Selama ini saya sering sekali mendengar kawan-kawan saya yang berlatar belakang sastra Inggris mengeluh karena sering gagal ketika mendaftar beasiswa seperti Ford Foundation, ADS, ALA, Chevening dan Fullbright. Mereka bahkan bilang sastra Inggris seperti anak tiri di beasiswa-beasiswa tersebut. Tidak hanya satu kali mereka mencoba. Bahkan ada yang sudah lebih dari dua kali. Tapi hasilnya sama saja: GAGAL. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa salah satu alasan kenapa gagal karena sastra Inggris tidak begitu terasa manfaatnya untuk masyarakat. Kisah-kisah ini agak mempengaruhi kemantapan saya untuk mencoba melamar beasiswa ke LN.
Saya pernah ditawari beasiswa S2 di salah satu universitas swasta di Yogyakarta tapi dengan berat hati saya tolak. Selain jurusan yang ditawarkan kurang sesuai dengan jurusan saya, impian saya ke LN juga masih belum sirna. Lalu saya dan suami melamar sebuah beasiswa dari pemerintah walaupun akhirnya pada gelombang pertama kami gagal (kisah ini ada di tulisan “Manisnya Sebuah Kejujuran: Bisa Kuliah Bareng Suami”). Karena kegagalan ini saya malah ingin berterimakasih pada dua Bapak yang mewawancarai saya saat itu. Kalau mereka tidak menguji kejujuran saya saat itu, saya mungkin belum tentu bisa merasakan salah satu beasiswa bergengsi dari pemerintah Australia sekarang.
Setelah gagal di beasiswa LN yang pertama, saya mencoba ADS karena saya dengar sistem beasiswa ini sudah lebih transparan dan tidak mempermasalahkan faktor keluarga yang merupakan batu sandungan pada saat saya melamar beasiswa LN sebelumnya. Tetapi kisah kegagalan kawan-kawan saya sebelumnya masih belum bisa hilang dari ingatan saya. Ditambah lagi dengan kabar bahwa ADS ditujukan terutama untuk PNS, dari wilayah timur Indonesia dan perempuan. Saya hanya memenuhi kategori terakhir dari tiga aspek ini. Saya bukan PNS dan walaupun saya lahir di Sulawesi Tenggara, sudah 11 tahun saya menjadi penduduk Yogyakarta. Dengan modal nothing to lose saya maju terus. Kalau kali ini gagal lagi maka saya harus berkompromi dengan impian saya. Saya harus mau S2 di dalam negeri dulu baru kemudian berusaha mencari beasiswa ke LN untuk PhD.
Sebelum mendaftar ADS saya banyak berkonsultasi dengan kawan yang sudah dua kali lolos beasiswa ADS. Dari beliaulah saya mengetahui bahwa lolos tidaknya ADS bergantung pada beberapa hal, diantaranya: kesesuaian pilihan studi dengan sasaran pembangunan ADS atau kebermanfaatan pilihan studi kita terhadap masyarakat serta kesesuaian pilihan studi dengan latar belakang pekerjaan kita. Saya belajar dari kegagalan kawan-kawan saya. Saya berusaha menemukan cara bahwa sastra Inggris juga bisa memenuhi sasaran yang ditentukan oleh ADS walaupun mungkin tidak se-real bidang-bidang eksakta lainnya. Apalagi latar belakang pekerjaan saya juga di bidang pendidikan. Saya poles sedemikian rupa aplikasi saya karena di situlah kesempatan saya untuk ‘menjual diri’ saya.

Pada saat saya mendaftar beasiswa ADS, topik tentang karya sastra lokal yang berbahasa Inggris sedang hangat-hangatnya dibahas di beberapa seminar internasional. Sastra Inggris melebar menjadi tidak melulu berisi tentang karya-karya dari Inggris, tapi bisa juga karya sastra dari belahan dunia manapun yang ditulis dalam bahasa Inggris atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris karena bahasa Inggris sudah milik dunia. Maka saya mengambil kajian salah satu karya sastra dari Pramoedya Ananta Toer yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai obyek materi di proposal riset saya. Proposal saya hanya sekitar tiga halaman karena menyesuaikan format yang ada di website universitas yang saya tuju.
Karena saya ingin menempuh Master by Research maka cara-cara yang saya lakukan sebelum melamar beasiswa kurang lebih mirip dengan yang dilakukan oleh para kandidat PhD. Saya lebih dulu mencari potential supervisor di beberapa website universitas di Australia. Lalu sebelum mengirim email kepada mereka, saya terlebih dahulu membaca minimal dua publikasi mereka. Jadi pada saat saya meminta mereka menjadi supervisor, saya bisa menunjukkan bahwa topik yang akan saya kaji ada hubungannya dengan bidang atau expertise mereka berdasarkan tulisan mereka. Saya juga melampirkan publikasi atau penelitian yang pernah saya lakukan sebelumnya. Saya bersyukur akhirnya dua potential supervisor dari University of Wollongong yang saya ‘lamar’ tertarik dengan topik yang saya ajukan.
Pada perkembangannya, saya melebarkan topik riset ke sastra banding dengan perspektif postkolonialisme antara sastra Indonesia dan sastra Australia karena dua negara ini pernah mengalami penjajahan Eropa. Saya rasa topik ini akan lebih memberikan kontribusi bagi perkembangan sastra Inggris minimal di tempat saya mengajar. Sependek pengetahuan saya, sastra Australia tidak sepopuler sastra Inggris dan Amerika di Indonesia. Hampir tidak ada perpustakaan di Yogyakarta, yang menyediakan referensi sastra Australia. Lalu saya menceritakan hal ini kepada calon supervisor saya. Di luar dugaan saya, tanpa diminta mereka mengirimkan karya sastra dan artikel-artikel tentang sastra dan sejarah Australia ke Indonesia dari Australia dan Inggris. Pengalaman seperti ini belum tentu saya dapatkan kalau saya kuliah di Indonesia.
Akhirnya saya lolos desk evaluation. Pada saat wawancara, setelah semua pertanyaan terjawab dengan baik, sampailah pada pertanyaan inti. Dengan bekal di atas, saya tidak ragu-ragu menunjukkan pada para interviewer ADS bahwa sastra Inggris bisa juga memberikan kontribusi bagi perkembangan pendidikan di Indonesia di bidang sastra dengan topik riset di atas. Di akhir wawancara, interviewer dari Ausaid bertanya: “Is there anything you’d like to ask?” Secara spontan saya balas pertanyaan ini dengan balik bertanya: “What’s wrong with English literature? Why is it very hard for people in this field to be accepted in almost all scholarships including ADS?” Pewawancara dari Ausaid memberikan penjelasan seperti yang sudah sering saya dengar sebelumnya: sastra Inggris tidak begitu bermanfaat bagi Indonesia. Pewawancara yang lainnya (dari LIPI) mengatakan bahwa memang ada beberapa bidang tertentu yang sulit untuk mendapatkan sponsor bahkan di LIPI-pun juga ada. Tetapi di akhir wawancara, mereka berdua mengatakan hal yang membuat saya yakin akan lolos: topikmu berbeda dari yang lain dan kami yakin ini akan bermanfaat bagi pembangunan di Indonesia. Beberapa waktu kemudian, saya akhirnya menerima surat kelolosan dari ADS.

Jika dulu saya bertanya tentang beasiswa pada seorang kawan, maka sekarang saya ingin berbagi pada banyak kawan sebelum mengajukan beasiswa: sesuaikan pilihan studi dengan sasaran pemberi beasiswa serta latar belakang pekerjaan. Tidak kalah pentingnya, siapkan proposal riset dengan matang. Layaknya melamar sang kekasih, sebelum memberanikan diri mengajukan lamaran pada beasiswa apapun, kenalilah beasiswa tersebut lebih dulu.
greatt story mom, like thiss ! sy jg pgn bgt bs kul di luar negeri, tp melihat kmampuan sy “disini” kadang jd gak pede 🙂 tp cita2 sy tetep pgn keluar negerii, minimal jalan2 deh kl g bs kul disana
Tetap semangat ya Andini 🙂
okeyy bunda 🙂 itu kan nama kebanggaan saya ,,hihiii 😀
Dosen Australia memang baik-baik ya Mba. Dosen saya sendiri memberi literatur yang luar biasa banyaknya, tinggal kitanya aja yang rajin-rajin baca dan berlatih menulis 🙂 Tulisan yang bagus, menginspirasi orang-orang yang berburu beasiswa dari jurusan yang langka. Saya setuju dengan ‘topikmu berbeda dari yang lain’ karena sepertinya itu juga yang berlaku untuk jurusan yang saya pilih 🙂
Trmksh mb Clara 🙂
Iya benar dosen2 di sini baik2 walopun ada juga yg dapat dosen ‘killer’. Tp tetap mayoritas mereka baik, helpful, dan sangat supportive. Ada kemungkinan ga ya hierarki yang masih cukup kaku antara dosen dan maahsiswa di negeri kita suatu hari nanti berubah atau diubah? I wish 🙂
mbak ida, apa kabar? dosennya baik banget….
Kabar baik Mb Liana 🙂 trmksh sudah mampir 🙂
Alhamdulillah dapat dosen2 pembimbing yang super baik, tapi memang di sini rata2 pada baik sih 🙂
Mmm…boleh nanya ya mbak, ini Mb Liana UGM atau UAD ya? hehe … temen nama Liana cukup banyak soalnya 🙂
wahh.. inspiring bgt ceritanya, saya juga awardee ADS 2011 dari Sastra Inggris juga. kurang lebih hampir sama dengan mbak dulunya saya termotivasi sama teman yang skrg jadi partner hidup saya, ehhhh skrg saya senang bgt kalau bisa me’ encourarage orang untuk ikutan scholarship ke LN.
Terimakasih Gusman. Berasal dari jurusan yang ‘kurang populer’ memang memaksa kita mencari cara yang efektif biar bisa lolos beasiswa ke LN.
waaaa…..saya juga lulusan Sastra Inggris Mbak….salam kenal yaaa…sudah 2 kali saya gagal di ADS. baca tulisan Mbak Ida, saya jadi kembali semangat buat tahun ini….sukses ya Mbak..thanks for sharing 🙂
Mbak wohing_ati sama2 🙂
selamat siang,mbak. salam kenal. saya seorang dokter namun saat ini saya PNS dosen di FK di Provinsi Aceh. Fakultas KEdokteran tempat saya bekerja baru berumur 4 tahun, dan saat ini menggunakan sistem KBK. saya ingin mencoba apply ADS for area investing people :education management dan spesifiknya master health professional education. apakah latar belakang yang baik yang bisa saya tambahkan di form lamaran saya,ya,mbak?
thanks for sharing ya…
Mb Sri, ato baiknya sy sapa dokter Sri :), salam kenal juga. sy rasa bekal mbak Sri sudah cukup untuk mengirim aplikasi. Karena kedokteran bukan bidang saya, jadi sy tdk bisa memberikan saran lain yg bersifat teknis menyangkut latar belakang apa lagi yg bisa ditambahkan. Tp seingat sy applicants dari Aceh juga trmasuk banyak yg diterima. Sy krg paham apakh Aceh juga wilayah yang diprioritaskan tapi maju trs aja mbak. Smga lolos ya aamiin 🙂
Reading this inspiring me to do best and the best for this year scholarship. thanks for sharing.
I’m happy to share 🙂 … go Ariez! 🙂
Permisi mbak. Saya seorang mahasiswa jurusan D3 bahasa inggris dan tahun depan insyaALLAH saya tamat. Memang betul mbak kalau saya lihat informasi beasiswa jurusan bahasa / sastra inggris dalam hal beasiswa luar negri sering di anak tirikan. Dan saya ingin sekali melanjutkan study S1 ke luar negri suatu hari nanti ( mimpi :D). Dan apakah ada beasiswa lanjutan dari diploma 3 bhs inggrs ke S1 bhsa inggris di luar negri seperti Australia. Atau kita harus megambil S1 dulu di universitas dalam negri kemudian baru mencari beasiswa bhs inggrs ke luar negri.
hallo mbak ida puspita. nam saya lisa tanjung, saya baru menjadi mahasiswi di jurusan sastra inggris. sejak kelas 11 SMA saya bercita cita ingin sekolah di LN. ketika saya baca artikel mbak pas sekali dengan jurusan yang saya masuk. saya ingin berkonsultasi dengan mbak apakah boleh? ini alamat email saia lisa.tanjung@rocketmail.com terima kasih
Hi Angie, maaf ya baru sempat balas. Sependek pengetahuan saya, beasiswa S1 ke LN tidak sebanyak beasiswa S2 atau S3 ke LN. Bahkan untuk yang ke Australia saya belum pernah dengar ada beasiswa untuk S1. Tapi coba Angie google aja ya, siapatau sekarang ada. Mungkin Angie coba cari informasi kegiatan kayak student exchange dulu kayak AIYEP (Australian Indonesian Young Exchange Program) , kayaknya di blog Neng Koala ada deh yang pernah upload tulisan tentang ini. Ini pengalaman yang bagus untuk mengenal Australia.
mbak Lisa, maaf ya saya baru sempat balas. Nanti saya akan kirim email ke email Lisa ya 🙂
Subhanallah ya mbak . .:)
saya Mahasiswa sastra inggris juga baru duduk di semester 3. semoga saya dapat melanjutkan jejak kakak-kakak yang sudah dapet Beasiswa ke LN ya. . Amin. . 🙂
aamiin …. Semangat ya Naya 🙂
Halo Mbak Ida, salam kenal:) Saya Cresti alumni sastra inggris undip tahun lalu.:) Terima kasih banyak atas sharing-nya mengani bidang imu sastra inggris. Saat ini saya menjadi scholarship hunter seperti mbak Ida dulu dan juga sedang menunggu pengumuman ADS tahun ini. Semoga saya tertular rejeki mbak Ida:) Sedikit curhat saya juga merasakan bahwa memang bidang ilmu ini kurang bisa berkembang sehingga lahan untuk berkembang juga sedikit. Tapi saya beruntung bisa kuliah di jurusan ini. Dulu saya mengambil konsentrasi kajian amerika dan harus saya akui. Kajian ini banyak mengembangkan critical thinking dan analysis ability. Sehingga sebenarnya lebih membuka preference bagi kita untuk memperdalam bidang lain atau stay di bidang kita:) Rencananya memang saya akan mengambil development studies sebagai preference master ADS karena saya bekerja di sebuah NGO setahun terakhir ini. Tapi saya yakin tanpa kuliah di sastra inggris saya tidak akan bisa menemukan jalan saya di NGO sekarang. Semoga tahun depan saya juga sudah bisa menulis di blog ini seperti Mbak Ida:) Menulis sekuel bahwa sastra inggris bisa mendobrak paradigma yang ada. Amin. Mohon doanya ya mbak:) Thanks in advance:)
halo mb Cresti 🙂 senang sekali baca kabarmu di atas. Smga semuanya lancar ya biar bisa gabung di Neng Koala dan menambah testimoni org2 ‘marjinal’ sprti kita hehe, bercanda.
Dan sepakat dengan semua yang mb Cresti sebutkan di atas ttg strength jurusan Sastra Inggris yang srg sekali dianak-tirikan di banyak beasiswa LN.
Hallo Mbak Ida, salam kenal. Saya Asna. Lulusan sastra inggris juga dari univ Airlangga. Saya pengen sekali coba apply ADS tapi ada beberapa hal yang pengen saya konsultasikan ke mbak Ida. Jika berkenan dan ada waktu tentu saja. Hehe. Ini email r_asna@rocketmail.com
makasih sebelumnya ^^
Sebenarnya saya lulusan 2011 kemarin mbak, mau apply tapi masih agak bingung dengan topik apa yang sebaiknya saya angkat. Dulu thesis s1 saya mengangkat stereotype muslim imigran india dalam film My Name is Khan. Saya lumayan tertarik di postcolonial dan culture studies. Kira-kira kalau untuk ADS peluangnya bagus tidak ya mbak? ^^
Hai mbak Ida…. tulisanya inspiring banget 😉 btw aku Muna, juga lulusan sastra inggris. Spt dirimu juga yg bermimpi kuliah diluar, aku juga begitu. But the problem is aku sudah bukan dosen lg, skr merintis sbg translator and penulis freelance krn emang passionku menulis dan pengalaman ngajar di fak, komunikasi semakin pengen blj mengenai tulis menulis esp for journalism purpose. My question adalah bisa ga aku ambil S2 yg bukan bidang S1 dlu? I’m interested to take English and Creative writing at Griffith univ. Please give me some suggestion
Thanks 😉
Dear mb. Idapuspita
Salam kenal Mbak. Saya Muna. Dpt link ni dr sodara. Anyway spt Mbak jg sya dr sastra inggris n sya jg pnya mimpi bsa kul di ausie. Sya sdh s2 di UGM Major nya amerika studiest dlu smpet jd dosen 2thn tp skr sdh g. Sya pgn ambil master by research tp di bidang creative Writing krn Sya skr translator n penulis freelance passion sya utk creative Writing jg bsar. Sya tertarik creative Writing di griffith univ n univ of Melbourne. Would you please give me some ideas lnkah ap yg hrs sya ambil n kasih tips dong biar sukses kya Mbak.
I Wish u could be my scholarship supervisi hehe….
Looking forward for u reply
Thanks 😉
I feel happy reading this post. I need to consult with you about my problem related to scholarship application. I graduated from English Department – Gadjah Mada University and currently work as a librarian in Indonesian Institute of Sciences (civil servant). I once applied a scholarship (non-ADS) by taking Science Journalism as my major since I thought it was closely related to my educational background and my current job. However, my application failed because I have no experience at all in Journalism. So, any ideas about the major/ field of study I should take? Thanks in advance, dear Ida.
inspiratif sekali mba ceritanya. Bisa tuh di bikin novel kaya Ahmad fuadi hehe..
oh ya mba sy mau nanya, sy skrng baru aja kuliah di jurusan pend.bhs inggris. Niatnya nanti udh lulus s1 mau ngambil beasiswa s2 sastra inggris di inggris.
Kira-kira bisa gk ya mba kan s1 sy bukan sastra ? rada susah gk sih mba mendptkn beasiswa sastra apalagi di inggris ?
terima kasih mba mohon sarannya 🙂
soalnya sy terobsesi banget kuliah di inggris dn umur sy baru 18 taun hehe..
Hey.. kontekan yahh..
087773604720. Pengen tanya-tanya tentang sastra inggris, yaaa.. Please
email : hardikaharudinali04@gmail.com
Saya pengen banget dan terobsesi bisa masuk sastra inggis..
mohon komunikasinya ya
hardikaharudinali04@gmail.com
087773604720
Reblogged this on rudisuhe and commented:
SEbagai penyemangat untuk perjuangan menuju beasiswa yg di inginkan,in sya alloh
Dear Mbak Ida
Makasi artikelnya. Saya kurang lebih memikirkan persoalan yang sama bahwa lapanga kerja dan kesempatan beasiswa untuk sastra inggris selalu sulit. Tapi tahun ini saya tetap akan mencoba mencari beasiswa. Ohya mbak, riset mbak ida ttg penerjemahan karya sastra ya? Bukannya itu domain lingusitic? Setau saya riset sastra selalu berhubungan dg kritik sastra. Membongkar maknanya dg metode yg ada. Membaca penjelasan mbak ida saya jd bertanyatanya metodologi apa yg dipakai, dan research questionnya seperti apa. Mohon dibantu mbak. Makasih
Dear mbak ida… perjuangannya Inspiratif sekali ya mbak… tadinya aku cukup frustasi dan pengen menyerah dan ambil S2 di dalam negeri saja… tapi setelah baca postingan mbak, aku jadi semangat lagi untuk berburu beasiswa…
Aku ambil S1 FKIP bahasa inggris dan sekarang udah 3 tahun bekerja sebagai customer service di perusahaan perbankan…
Aku pengen bgt kuliah S2 di luar negeri, dan setelah itu bekerja sebagai Dosen…
Masalahnya ada di pengalaman kerjaku yang sedikit tidak sinkron dgn jurusan saya sehingga ini cukup memberatkan saya dalam mendapatkan beasiswa…
Ada solusi ngga mbak ya gimana caranya untuk meyakinkan interviewer?